Tehran (ANTARA) - Presiden Iran Masoud Pezeshkian telah mendesak AS dan Eropa untuk menempuh jalur diplomasi, menurut pernyataan kantor kepresidenan Iran.
Pezeshkian menyatakan bahwa peluncuran mekanisme pemulihan sanksi terhadap Iran oleh negara-negara Eropa hanya akan memperumit situasi, sementara upaya AS yang gagal menggunakan agresi militer terhadap Tehran telah menunjukkan ketidakefektifan solusi militer.
Pada Kamis (28/8), Inggris, Jerman, dan Prancis, yang juga dikenal sebagai negara-negara E3, secara resmi memberi tahu Iran tentang peluncuran mekanisme "snapback" untuk memulihkan sanksi PBB terhadap Tehran.
Langkah tersebut memicu periode 30 hari untuk mencapai resolusi diplomatik sebelum kemungkinan penerapan kembali sanksi PBB.
"Menggunakan mekanisme yang dikenal sebagai snapback hanya akan memperumit situasi dan meningkatkan ketegangan," ujar Pezeshkian pada pertemuan SCO+ di China, sebagai mana dikutip oleh kantornya pada Senin.
"Kami merekomendasikan agar AS dan Eropa meninggalkan keputusan yang didasarkan pada konfrontasi dan menempuh jalur diplomasi untuk mencapai solusi yang seimbang dan adil," ujarnya.
Pezeshkian menekankan kesiapan Iran untuk menyelesaikan perselisihan mengenai program nuklirnya melalui jalur diplomatik, dan mencatat bahwa upaya AS dan Israel yang gagal untuk menggunakan agresi militer telah menunjukkan ketidakefektifan solusi militer.
Presiden Iran itu juga mencatat dalam pertemuan dengan Sekjen PBB Antonio Guterres bahwa Tehran masih mengupayakan kerja sama yang konstruktif dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).
Guterres, pada gilirannya, mengatakan bahwa dia secara pribadi yakin akan sifat damai program nuklir Iran dan tidak adanya keinginan Tehran untuk mengembangkan senjata nuklir, dan juga mengakui haknya untuk memiliki atom yang damai.
Iran menandatangani kesepakatan nuklir dengan China, Prancis, Rusia, Inggris, AS, dan Jerman, serta EU pada 2015. Kesepakatan tersebut berkomitmen untuk mengurangi program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.
AS menarik diri dari kesepakatan tersebut pada 2018 selama masa jabatan pertama Presiden AS Donald Trump dan menerapkan kembali sanksi terhadap Tehran, yang menyebabkan runtuhnya kesepakatan tersebut.
Sebagai tanggapan, Iran mengumumkan akan mengurangi komitmennya, meninggalkan pembatasan penelitian nuklir dan tingkat pengayaan uranium.
Perundingan mengenai pencabutan sanksi antara Iran dan AS ditunda setelah eskalasi antara Iran dan Israel, yang dimulai pada 13 Juni. AS menyerang fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni, yang mendorong Iran untuk melancarkan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar.
Sumber: Sputnik-OANA
Baca juga: Diplomat Iran sebut SCO penting untuk jaga tatanan dunia multilateral
Baca juga: Iran setujui kembalinya para inspektur nuklir dari PBB
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.