Pelajar di Gaza Kehilangan akses pendidikan di tengah perang mematikan

11 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Gaza (ANTARA) - September menandai awal tahun ajaran baru bagi anak-anak di berbagai belahan dunia, namun, bagi para pelajar Palestina yang tinggal di Gaza di tengah kecamuk perang, harapan untuk kembali ke sekolah pada bulan ini masih menjadi harapan yang sulit tercapai, sama seperti tahun lalu.

Di pintu masuk sebuah kamp pengungsian di Kota Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, seorang gadis berusia 12 tahun bernama Maram duduk diam. Sebuah tas sekolah usang yang berdebu tergeletak di sampingnya.

"Setiap tahun saya biasanya pergi bersama ibu untuk membeli buku tulis dan pensil baru, tapi, selama tiga tahun terakhir kami tidak membeli apa pun," ungkap dia lirih kepada Xinhua.

"Saya membawa tas sekolah saya, tapi, sekarang saya tidak bisa lagi menggunakannya. Pada waktu-waktu seperti ini, biasanya kami bersiap untuk kembali ke kelas, namun, kini yang saya lihat hanyalah tenda. Terkadang saya menulis di kertas-kertas lama, agar tidak melupakan huruf-hurufnya," ujar Maram.

Di sebelah dia, Ahmed (15), seorang siswa kelas 10 dari Deir al-Balah, mengungkapkan rasa frustrasi yang serupa.

"Saya bercita-cita menjadi insinyur dan membangun rumah untuk keluarga saya, tapi, semuanya terhenti. Sejak awal perang, kami tidak bisa pergi ke sekolah. Beberapa teman saya tewas, yang lainnya mengungsi, dan saya masih belum melihat mereka selama berbulan-bulan," ujar dia kepada Xinhua.

"Jika semakin panjang tahun berlalu tanpa belajar, akan jadi apa saya nanti? Pemuda tanpa pengetahuan atau gelar?".

Di sisi lain, Layan Abu Raya (9), seorang anak yang kini mengungsi di sebuah tenda di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, mengaku sangat merindukan halaman sekolah, guru, dan teman-temannya.

"Di dalam tenda ini, kami terkadang mencoba menulis di beberapa buku tulis yang diberikan oleh badan amal, tapi, saya sering lupa huruf dan kadang-kadang salah menulisnya," kata gadis itu, yang seharusnya duduk di kelas tiga sekolah dasar.

Seorang anak Palestina yang terlantar mengambil air dari sebuah tempat penampungan sementara di barat laut Kota Gaza pada 25 Agustus 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Lebih dari 660.000 pelajar di Gaza, termasuk ketiga anak tersebut, saat ini tidak memiliki akses ke ruang kelas dan bahan pendidikan karena perang yang kini telah memasuki bulan ke-23 terus merusak infrastruktur dan mengubah sekolah menjadi tempat penampungan bagi keluarga pengungsi, menurut data yang dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalam sebuah pernyataan pers pada Senin (1/9), Komisaris Jenderal Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) Philippe Lazzarini memperingatkan bahwa semakin lama anak-anak Gaza "tidak bersekolah dengan trauma mereka, semakin tinggi risiko mereka menjadi generasi yang terabaikan, menabur benih kebencian dan kekerasan lebih lanjut".

Data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan Palestina yang berbasis di Ramallah menunjukkan betapa dalamnya krisis tersebut. Pada akhir Agustus, kementerian itu menyebutkan bahwa sebanyak 18.489 pelajar tewas dan 28.854 lainnya luka-luka sejak serangan Israel ke Jalur Gaza dan Tepi Barat dimulai setelah perang pecah pada 7 Oktober 2023.

Di kamp pengungsi al-Nuseirat di Gaza tengah, Abu Mohammed al-Hawwash, seorang ayah dari lima anak, mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam.

"Perang ini telah menghancurkan sekolah-sekolah dan universitas serta menewaskan para pelajar dan guru. Saya khawatir anak-anak saya akan tumbuh dewasa tanpa bisa membaca atau menulis," kata al-Hawwash.

Beberapa guru yang juga mengungsi berusaha mengisi kekosongan dengan memberikan pelajaran secara improvisasi, tapi, upaya mereka tetap terbatas.

Suad al-Awadi (35), seorang guru bahasa Arab yang kini tinggal di sebuah tenda di Khan Younis, mengatakan kepada Xinhua bahwa dia mengumpulkan kelompok anak-anak di kamp tersebut dan berusaha mengajarkan mereka kemampuan dasar membaca dan menulis.

"Terkadang kami menulis huruf di pasir atau di kertas yang robek, dan saya mengulang alfabet serta kata-kata sederhana bersama mereka, agar mereka tidak sepenuhnya lupa," al-Awadi menjelaskan.

Meskipun mereka mendapat sedikit kesempatan untuk mengikuti kelas, banyak anak-anak sudah menghadapi kesulitan belajar yang signifikan akibat perang.

Seorang anak Palestina mendapat makanan gratis dari dapur amal di Kota Gaza pada 24 Juli 2025. (ANTARA/Xinhua/Rizek Abdeljawad)

"Beberapa anak sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Mereka telah kehilangan kerabat atau melihat rumah mereka hancur, dan ketika saya mencoba mengajarkan huruf kepada mereka, kadang-kadang mereka menangis atau menceritakan tentang apa yang terjadi pada mereka. Pikiran mereka dipenuhi dengan ketakutan," kata al-Awadi menjelaskan.

Para guru juga mengalami tekanan yang luar biasa karena banyak rekan mereka tewas dan yang lainnya terpaksa mengungsi. Meski menghadapi tantangan, al-Awadi tetap berkomitmen pada pekerjaannya.

"Ketika seorang anak belajar menulis sebuah kata atau melafalkan huruf, saya merasa seolah-olah kita sedang berjuang melawan keputusasaan. Namun, semua orang di sini memahami bahwa pelajaran di atas pasir tidak dapat menggantikan pendidikan yang layak. Anak-anak tersebut pantas mendapatkan yang lebih baik daripada ini," kata al-Awadi.

Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article