
TRANSFORMASI digital pada sektor koperasi desa mulai menunjukkan arah lebih konkret. Di Simalungun, Sumatra Utara, misalnya, gerakan modernisasi itu menapaki babak baru lewat program Simkopdes, sistem informasi dan manajemen koperasi desa yang dikembangkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
Hal ini mengemuka dalam Workshop Percepatan Operasionalisasi KDKMP (Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih) di Simalungun, Sumatra Utara, Sabtu (4/10), yang dihadiri 413 KDKMP dari berbagai wilayah.
Acara ini dihadiri Bupati Simalungun Anton Achmad Saragih, Wakil Bupati Benny Gusman Sinaga, dan Kepala Lembaga Pengelola Dana Bergulir Perwakilan Sumatera Laode Karsid. Juga, mitra korporasi seperti BRI, Bulog, PT Pos Indonesia, KSP Nasari, BPJS Kesehatan, dan ID Food.
Deputi Bidang Kelembagaan dan Digitalisasi Koperasi Kemenkop UKM Henra Saragih menilai digitalisasi koperasi desa sebagai langkah fundamental untuk memperkuat daya saing dan transparansi dalam tata kelola.
“Simkopdes bukan cuma pembaruan sistem, melainkan fondasi ekosistem kemitraan, pembiayaan, dan jaringan usaha koperasi desa lebih luas."
Menurutnya, koperasi yang mampu mengadopsi sistem digital lebih siap terhubung dengan sektor perbankan, lembaga pembiayaan, dan industri, serta mempercepat proses integrasi koperasi dalam rantai pasok nasional.
Pada forum itu, Koperasi Konsumen Kana, koperasi asal Surabaya sebagai pelopor kolaborasi bisnis antarkoperasi berbasis ritel modern, memaparkan program Koperasi Manis, melalui penawaran model kemitraan yang memperkuat peran koperasi desa sebagai pemain aktif dalam rantai distribusi sembako dan kebutuhan pokok.
Ketua Harian Koperasi Konsumen Kana Tresya Wijaya menjelaskan program ini dirancang agar koperasi desa tidak hanya bergerak di sektor simpan pinjam, tetapi juga menjadi pelaku usaha ritel yang kompetitif.
“Kami ingin koperasi desa naik kelas. Melalui sistem konsinyasi, KDKMP bisa mengelola toko ritel dengan pasokan barang dari kami, tanpa harus menanggung risiko modal besar,” ungkap Tresya.
Skemanya, Koperasi Konsumen Kana memberikan akses barang konsinyasi hingga Rp200 juta serta dukungan operasional Rp2 juta untuk koperasi yang memenuhi kriteria. Produk seperti gula putih, kecap, bawang putih, hingga makanan kaleng disalurkan langsung ke koperasi desa melalui sistem logistik terintegrasi.
"Model bisnis ini diadopsi lebih dari 400 KDKMP di Jawa Timur dan 12 di antaranya sudah menandatangani perjanjian kerja sama resmi. Kana menargetkan hingga 2026, sebanyak 700 KDKMP dapat bergabung dengan potensi perputaran dana mencapai Rp400 miliar," ucap Tresya.
Target jangka menengahnya, pada 2030 diharapkan sebanyak 40% KDKMP di Indonesia terlibat dengan nilai ekonomi hingga Rp20 triliun. “Kami melihat potensi besar dari koperasi desa. Dengan digitalisasi dan sistem ritel modern, koperasi bisa jadi tulang punggung distribusi barang kebutuhan pokok nasional,” tambah Tresya.
Merespons hal tersebut, Henra Saragih menilai integrasi Simkopdes dan program Koperasi Manis memperlihatkan pola sinergi menarik, pemerintah berperan sebagai fasilitator transformasi digital, sementara koperasi modern seperti Koperasi Konsumen Kana hadir sebagai business enabler yang memperkuat sisi komersial dan rantai pasok.
Bagi Henra, inisiatif ini jadi bagian dari strategi besar Kemenkop UKM untuk menciptakan ekosistem koperasi lebih tangguh dan adaptif pada perubahan ekonomi. “Transformasi digital ialah prasyarat agar koperasi bisa berkolaborasi lintas sektor. Kami ingin koperasi jadi bagian dari arus utama ekonomi nasional,” tegasnya.
Menurut Henra, kehadiran Koperasi Konsumen Kana menunjukkan kolaborasi antar koperasi tidak lagi solidaritas sosial, tetapi berkembang jadi kemitraan bisnis saling menguntungkan dan berkelanjutan. "Dengan struktur supply chain terintegrasi, sistem distribusi modern, serta dukungan pendanaan yang efisien, koperasi desa berpeluang tumbuh menjadi entitas ekonomi baru yang kuat dan mandiri," tutup Henra.(H-2)