Polemik Elpiji 3 Kg, Pemerintah Disarankan Fokus Kurangi Subsidi

Ilustrasi(ANTARA/Novi Abdi)

DIREKTUR Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria menegaskan, pemerintah sebaiknya tidak terus berpolemik mengenai harga gas elpiji 3 kilogram (kg). Menurutnya, yang lebih penting adalah fokus pada upaya mengurangi besaran nilai subsidi elpiji 3 kg melalui langkah-langkah terarah.

Sofyano menilai, salah satu langkah yang perlu segera dilakukan pemerintah adalah menetapkan secara tegas kelompok masyarakat yang berhak menerima elpiji bersubsidi. Dengan demikian, penyaluran subsidi dapat lebih efisien dan tidak salah sasaran.

"Pemerintah harus fokus untuk mengurangi besaran nilai subsidi gas elpiji 3 kg dengan berbagai cara yang terarah," katanya kepada Media Indonesia, Minggu (5/10).

Menurutnya, kebijakan yang berlaku saat ini justru membuka peluang bagi siapa pun untuk menikmati elpiji bersubsidi, bahkan dalam jumlah besar. “Penyebab utamanya karena peraturan pemerintah yang masih abu-abu,” tudingnya.

Sofyano menilai sudah saatnya pemerintah mengkaji kembali harga eceran tertinggi (HET) nasional yang berlaku. Pemerintah, lanjutnya, perlu mencari mekanisme koreksi terhadap HET tanpa membebani masyarakat. 

“Pertanyaannya apakah mau? Saya menjamin evaluasi HET bisa dilakukan,” tegasnya.

Sofyano juga mendorong agar Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak hanya berperan sebagai juru bayar dalam program subsidi, tetapi turut aktif terlibat dalam kebijakan dan pengawasan pelaksanaan subsidi energi.

Lebih lanjut, Direktur Puskepi itu menyambut baik rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk membentuk badan pengawas elpiji subsidi. Namun, ia menilai pengawasan tidak seharusnya terbatas pada elpiji 3 kg saja. 

“Badan pengawas itu sebaiknya juga mencakup seluruh energi bersubsidi seperti BBM dan listrik, karena nilai subsidi energi sangat besar,” usulnya.

Terkait program pendaftaran pembeli elpiji menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Sofyano menilai kebijakan tersebut belum tentu efektif menekan subsidi.

“Jika hanya mendaftarkan NIK saja, apakah itu bisa memastikan subsidi tepat sasaran? Apakah dari NIK bisa diketahui seseorang tergolong kaya atau miskin?” katanya.

Menurutnya, NIK seharusnya dapat digunakan untuk membatasi pembelian elpiji agar tidak bisa dilakukan di lebih dari satu pangkalan. Namun, mekanisme ini memerlukan dukungan teknologi serta perangkat pemantauan di seluruh pangkalan elpiji, yang tentu membutuhkan biaya besar.

“Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah agar penyaluran elpiji 3 kg benar-benar tepat sasaran dan keuangan negara tidak terus terbebani,” imbuh Sofyano.

Mengutip keterangan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah beberapa waktu lalu, pihaknya bersama pemerintah telah menyepakati alokasi subsidi elpiji 3 kg sebesar Rp87,6 triliun untuk 2025, naik dibandingkan pagu anggaran 2024 yang sebesar Rp85,6 triliun. Volume elpiji yang disubsidi mencapai 8,17 juta ton.

Anggaran tersebut dialokasikan untuk memastikan subsidi elpiji 3 kg dapat berjalan sesuai rencana. Menurut Said, tanpa subsidi dari negara, harga elpiji 3 kg bisa mencapai Rp42.750 per tabung. DPR melalui Banggar menyetujui usulan pemerintah untuk memberikan subsidi sebesar Rp30.000 per tabung, sehingga harga dasar gas melon menjadi Rp12.750.

Narasi tersebut sama dengan apa yang disampaikan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa saat dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9). Namun, Menteri ESDM membantah pernyataan Menkeu. Bahlil menuding Purbaya salah membaca data dan masih butuh penyesuaian mengingat baru menjadi Menteri Keuangan.

Transparan

Dihubungi terpisah, Anggota Komisi XII DPR RI Ramson Siagian menekankan perlunya perhitungan yang transparan terkait harga pokok elpiji 3 kg dan besaran subsidi yang diberikan.

Menurutnya, pihak terkait seperti Menkeu dan Menteri ESDM, serta direksi Pertamina, termasuk Subholding Patra Niaga, sebaiknya duduk bersama dalam rapat kerja bersama dengan DPR untuk menghitung harga pokok elpiji 3 kg secara akurat.

Rapat ini diharapkan mampu menelusuri beberapa hal penting, antara lain berapa selisih subsidi sebelum dibebankan margin keuntungan besar ke Pertamina, jenis pajak yang dibebankan, serta besaran margin keuntungan perusahaan. 

"Pembahasan rapat langsung ke intinya saja. Fokus pada sesi perhitungan terbuka," usul Politikus Gerindra itu. 

Ramson menambahkan meski subsidi elpiji 3 kg masih dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama mereka dengan kemampuan ekonomi terbatas, namum efektivitas penggunaan subsidi tetap menjadi perhatian utama pihaknya. 

Ramson menyarankan agar pemerintah secara jelas mengumumkan kepada masyarakat agar membeli elpiji hanya melalui pangkalan dan sub-pangkalan resmi. 

Ia mencontohkan kondisi di Jabodetabek, di mana jika operasional pengecer dihentikan, banyak pekerja dengan gaji upah minimum regional (UMR) yang kesulitan membeli elpiji dari pangkalan karena jaraknya jauh. 

"Akibatnya, mereka terpaksa mengeluarkan lebih banyak uang, sekitar Rp2.000 per tabung, untuk membeli di lokasi yang lebih dekat. Ini yang mesti jadi perhatian pemerintah," tutupnya. (H-2)