Liputan6.com, Jakarta Resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR) kini menjadi salah satu ancaman kesehatan global. Jika dibiarkan, obat antibiotik yang selama ini ampuh melawan infeksi bisa kehilangan efektivitasnya. Alhasil, penyakit yang seharusnya ringan bisa diobati dengan antibiotik jadi kebal dan berisiko mematikan.
Secara global pada 2019, data WHO mengestimasi ada 1,27 juta kematian disebabkan oleh AMR. Angka ini diproyeksikan terus meningkat dan pada 2050 diperkirakan bakal menyebabkan 10 juta kematian.
Untuk mencegah hal ini, edukasi Antimicrobial Stewardship (AMS) atau pengelolaan penggunaan antibiotik secara bijak digencarkan.
Melalui pendekatan AMS, tenaga medis diingatkan agar penggunaan antibiotik lebih tepat sasaran. Mulai dari pemilihan jenis, dosis, hingga durasi berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang akurat.
"Antibiotic Stewardship pada dasarnya adalah cara mengatur penggunaan antibiotik agar tepat sasaran baik jenis, dosis, maupun durasinya. Dengan begitu, antibiotik tetap efektif melawan penyakit dan risiko resistensi bisa ditekan," kata dokter spesialis farmakologi klinik konsultan Profesor Rianto Setiadudy dalam seminar Behind Every Prescription: The Power of Antimicrobial Stewardship kolaborasi Innoquest Laboratorium dengan Royal Progress Hospital Jakarta beberapa waktu lalu lewat keterangan tertulis.
Tiap RS Harus Punya Strategi
Untuk bisa menghadapi resistensi kuman, bukan hanya bisa dicegah oleh dokter semata. Menurut dokter spesialis mikrobiologi klinik konsultan Latre Buntaran, rumah sakit perlu memiliki strategi yang menyeluruh agar masalah ini bisa benar-benar ditekan.
“Rumah sakit perlu punya strategi yang menyeluruh mulai dari edukasi tenaga medis, aturan kebijakan, hingga pemantauan data resistensi di lapangan,” jelasnya di kesempatan yang sama.
ICU, Paling Rawan Terjadi Resistensi Antimikroba
Salah satu bagian di rumah sakit yang paling rentan terhadap resistensi antimikroba adalah ruang perawatan intensif atau ICU. Di ruangan tersebut diisi pasien dengan infeksi berat yang sebagian diantaranya membutuhkan pengobatan antibiotik. Belum lagi pasien di ruangan tersebut cenderung memiliki imunitas tubuh yang lemah.
Maka dari itu, pengawasan penggunaan antibiotik di ruang ini tidak bisa dilakukan secara biasa, melainkan harus ekstra ketat seperti disampaikan pakar anestesi Prof. DR. dr. Amir S. Madjid, SpAn-KIC.
“Pemantauan antibiotik di ICU harus ekstra ketat dan melibatkan banyak pihak. Tim yang terdiri dari dokter, perawat, farmasis, dan mikrobiolog perlu bekerja bersama agar terapi pasien kritis tetap aman dan efektif,” kata Amir.
Dukungan Teknologi Diagnostik
Mengingat risiko resistensi yang tinggi, terutama di area kritis seperti ICU, strategi rumah sakit tak bisa berhenti hanya pada edukasi tenaga medis. Dukungan teknologi diagnostik modern perlu agar keputusan terapi yang diambil benar-benar berbasis data akurat.
Lewat kolaborasi Royal Progress Hospital dengan Innoquest Laboratorium, hadir teknologi diagnostik untuk membantu dokter mengambil keputusan pengobatan yang lebih tepat sasaran, sekaligus menekan risiko resistensi kuman.
Kolaborasi ini wujud komitmen rumah sakit menjaga keselamatan pasien dengan hasil diagnosis yang cepat, akurat, dan bertanggung jawab seperti disampaikan Direktur PT Royal Progress, Derice Sumantri.
Kolaborasi ini bukan hanya sebatas penyediaan fasilitas laboratorium, tetapi juga menghadirkan standar baru dalam layanan kesehatan seperti disampaikan Chief Operating Officer Innoquest Indonesia, Yosua Gunawan
"Kerja sama ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang menghadirkan harapan baru bagi pasien melalui diagnosis yang lebih tepat dan hasil klinis yang lebih baik,” lanjut Yosua Gunawan.
Sekilas tentang Resistensi Antimikroba
Resistensi antimikroba adalah kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit menjadi kebal atau resisten terhadap pengobatan antimikroba.
Mengingat angka kematian akibat resistensi antimikroba tinggi, pemerintah Indonesia memiliki Strategi Nasional Pengendalian Resistansi Antimikroba.
"Makanya kita harus bergerak supaya penggunaan antibiotik ini lebih rasional,” kata Dante pada Agustus 2024.
Salah satunya mendorong agar bijak dalam penggunaan antibiotik.
“Penggunaan antibiotik yang sehat dan benar adalah berdasarkan rekomendasi dokter dan terbukti bahwa penyebabnya atau penyakitnya adalah infeksi bakteri.”