Liputan6.com, Jakarta Selamat datang dalam dunia utopia di film Tron: Ares. Tempat di mana dua raksasa teknologi dunia berkejaran dalam kemajuan teknologi dan berlomba untuk saling mengungguli: ENCOM dan Dillinger System.
Kedua perusahaan tengah mengembangkan satu teknologi serupa, yakni mengubah kepingan data dan bahasa pemograman yang abstrak di jagat digital, menjadi memiliki wujud di dunia nyata.
Dillinger System yang dipimpin oleh Julian Dillinger (Evan Peter) menghadirkan senjata hebat berupa prajurit bernama Ares (Jared Leto) yang diprogram untuk terus belajar dan menganalisis kondisi di sekitarnya dengan bantuan AI. Kepada investor, Julian mempromosikan bahwa Ares adalah prajurit terhebat yang ada di muka bumi.
"Ares tak terkalahkan, ia luar biasa kuat, cepat, dan cerdas," begitu promosi Julian kepada investor perusahaannya.
Di sisi lain, Eve Kim (Greta Lee) dan perusahaannya, ENCOM, menggunakan teknologi serupa untuk misi yang berbeda. Dalam tes yang ia lakukan, wanita ini berupaya menghadirkan tanaman jeruk dari dunia maya, yakin bahwa ini adalah jawaban dari beragam masalah umat manusia.
Berburu Kode Permanensi
Hanya saja, ada satu masalah serius yang sama-sama dihadapi Eve dan Julian. Prajurit dan tanaman jeruk mereka cuma tahan dalam jangka waktu 29 menit. Lebih dari itu, mereka akan lebur jadi abu.
Ada satu kunci untuk memecahkan masalah ini: kode permanensi.
Eve meyakini bahwa kode permanensi ada kaitannya dengan Kevin Flynn (Jeff Bridges) jenius yang menciptakan Grid dan keberadaanya lenyap tanpa bekas.
Ia pun meneruskan proyek mendiang adiknya, yang berburu kode permanensi dari jejak yang ditinggalkan Kevin Flynn. Kerja kerasnya berakhir manis, ia menemukan kode yang benar-benar membuat tanaman jeruknya awet berjam-jam di dunia nyata.
Pertanyaan-Pertanyaan Ares
Di sisi lain, Julian yang kepepet mencoba mengintip data milik ENCOM. Ia berupaya melakukan peretasan, dengan mengirim Ares dan kawanannya ke database ENCOM. Dari sini, Julian mengendus bukti keberadaan kode permanensi di tangan Eve. Di sisi lain, Ares juga mempelajari sosok Eve dan apa yang diperjuangkan wanita ini.
Ares yang memiliki keingintahuan besar tentang yang terjadi di sekitarnya, dan mengenai eksistensi dirinya, mulai mengalami krisis begitu menerima sebuah perintah bengis dari Julian. Apakah keberadaannya hanya untuk mengeksekusi perintah? Apakah ia bisa digantikan begitu saja? Apa ia malfungsi karena memiliki perasaan?
Review Singkat Tron: Ares
Film karya sutradara Joachim Rønning ini kembali membawa penonton dalam dunia digital rekaan, di mana peretasan digambarkan secara harfiah dan fisik manusia bisa "ditransfer" jadi bit-bit data. Sudah pasti, penonton harus mengaktifkan mode "suspension of disbelief" untuk benar-benar terhanyut dalam dunia imajinasi ini.
Alur cerita Tron: Ares sebenarnya mudah ditebak, tapi yang spesial dari film ini adalah visualisasi dunia cyber yang digambarkan dalam warna neon yang mencolok. Ada dua warna yang dominan digunakan: merah--warna yang diasosiasikan dengan agresi dan bahaya--disematkan pada Dillinger. Sementara putih kebiruan yang adem untuk ENCOM.
Di sisi lain, meski para prajurit AI digambarkan bak superhero dari masa depan, tapi adegan laga tak bergantung pada kekuatan super mereka. Justru bagian ini lebih banyak dihadirkan dengan gaya pertarungan jarak dekat--yang koreografinya terbilang cukup asyik buat diikuti.
Hanya saja, untuk Anda yang gampang ter-trigger dengan efek stroboskopik atau kedipan lampu yang terus menerus, hat-hati ya, saat menontonnya!