PROMOTOR disertasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia diduga memiliki perusahaan tambang. Promotor yang dimaksud ialah Chandra Wijaya. Hal itulah yang jadi salah satu poin putusan pelanggaran etik yang ditetapkan oleh empat organ Universitas Indonesia, yakni Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas, dan Rektorat terhadap Chandra.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dalam poin jawaban yang disampaikan pihak Universitas Indonesia, disebutkan oleh UI bahwa Chandra diindikasikan kuat terlibat konflik kepentingan dengan mahasiswanya, yakni Bahlil.
“Diketahui bahwa penggugat memiliki hubungan afiliasi bisnis dan jabatan di sejumlah perusahaan yang secara langsung atau tidak langsung berada dalam lingkup kewenangan atau kebijakan mahasiswa program doktor SKSG UI atas nama Bahlil Lahadalia (NPM 2206146976) dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik dan Kepala BKPM,” demikian dikutip dari dokumen salinan putusan perkara No. 190/G/2025/PTUN.JKT pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Tim Sidang Etik Dewan Guru Besar UI juga menyampaikan beberapa poin yang menguatkan soal konflik kepentingan antara Chandra dan Bahlil. Misalnya, Chandra pernah menjabat sebagai komisaris independen BUMN PT Jasa Marga dan juga memiliki beberapa afiliasi bisnis dengan perusahaan swasta yang bergerak di bidang energi dan sumber daya alam.
UI menyebutkan beberapa perusahaan swasta tersebut diketahui pernah mendapat fasilitas dari BKPM seperti kemudahan perizinan dan kemudahan pajak. Selain itu, Chandra juga pernah tercatat sebagai komisaris pada perusahaan PT. Rasamala Mineral Nusantara sejak tanggal 17 Januari 2023. Direktur utama pada perusahaan tersebut adalah Hence Carlos Kaparang yang juga merupakan direktur dari PT. Rasamala Metalurgi Indonesia (RMI).
“Berdasarkan hasil penelusuran informasi, PT. RMI merupakan perwakilan perusahaan asing Cina ENFI Engineering Corporation di Indonesia yang melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan BKPM terkait rencana investasi industri smelter tembaga di Papua. MoU tersebut dilakukan pada tahun 2021 di saat terlapor (Bahlil) menjabat sebagai kepala BKPM,” tulis jawaban UI dalam salinan putusan.
UI juga menyebutkan Chandra pernah tercatat sebagai komisaris dan atau pemegang saham pada tiga perusahaan sejak tahun 2022 (PT. Indoguna Aka Nusa & PT. Indoguna Aka Satria) dan 2023 (PT. Indoguna Yudha Cakti). Perusahaan tersebut berkorelasi dengan Joinerri Kahar selaku komisaris dan atau direktur pada tiga perusahaan tersebut.
“Berdasarkan hasil penelusuran informasi, Joinerri Kahar adalah ayah dari Audy Joinaldy yang merupakan politikus dari Partai Golkar yang mana terlapor (Bahlil) menjabat sebagai ketua umum partai,” kata UI.
Chandra juga tercatat sebagai komisaris pada perusahaan PT. Green Indonesia Alumina(GIA) sejak Mei 2023. Perusahaan itu bergerak di bidang industri pembuatan logam dasar bukan besi dan berencana membangun proyek smelter alumina di Belitung. Nilai investasi dari perusahaan itu sebesar Rp 37 triliun, sebagaimana diberitakan pada bulan November 2024.
“PT. GIA memenuhi kriteria persyaratan sebagai industri pionir yang dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan berdasarkan penentuan dari Kepala BKPM yang mana terlapor menduduki jabatan tersebut pada periode 2019-2024,” tulis UI.
Tempo telah berupaya menghubungi Chandra Wijaya untuk mengonfirmasi perihal poin-poin yang tertuang dalam salinan putusan. Namun, sampai berita ini ditulis Chandra belum merespons.
Salah satu guru besar UI, Rizal Edy Halim, mengatakan masalah etika merupakan masalah yang paling berat di kampus. Menurut Rizal, pelanggaran etik bukan menjadi ranahnya administrasi. Sehingga, ia menilai masalah etik yang telah ditetapkan kampus tidak tepat dibawa ke ranah tata usaha yang sifatnya administratif di PTUN.
“Saya tidak tahu kenapa majelis hakim mengabaikan itu. Saya pikir sudah clear bukti-bukti yang disampaikan kuasa hukum dan UI soal apa saja konflik kepentingan yang terjadi,” ujarnya saat ditemui di kantornya di UI, Depok, Jawa Barat, Senin, 6 Oktober 2025.
Universitas Indonesia (UI) menyatakan akan menempuh upaya hukum banding atas dua putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan gugatan promotor dan ko-promotor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, terhadap Surat Keputusan (SK) Rektor UI Nomor 475/SK/R/UI/2025. Hakim mewajibkan tergugat yaitu rektor Universitas Indonesia untuk mencabut keputusan rektor UI tersebut.
Gugatan tersebut diajukan oleh Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI periode 2021–2025 Athor Subroto serta Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI periode 2021–2024 Chandra Wijaya.