Liputan6.com, Jakarta Legenda streetball dunia, Grayson Boucher atau yang lebih dikenal sebagai The Professor, menceritakan dirinya pernah mengalami cedera parah. Pada 2019 ia mengalami cedera Achilles yang terparah selama perjalanan kariernya.
Ia mengungkapkan, cedera tersebut bukan hanya meninggalkan rasa sakit di fisiknya, tetapi juga turut memberikan beban berat secara emosional.
“Cedera paling serius adalah ketika tendon Achilles saya robek. Tahun 2019, tendon itu benar-benar robek. Bagian terburuk dari tendon Achilles sebenarnya bukan rasa sakitnya. Melainkan tekanan emosional yang, seperti, wah, butuh waktu 18 bulan untuk pulih,” jelasnya menjawab pertanyaan media dalam wawancara eksklusif dalam acara konferensi pers produk olahraga Anta di Indonesia, yang diselenggarakan pada Selasa (26/8/2025) di Jakarta.
The Professor menyatakan, atas cedera itu, ia harus menjalani terapi intensif hingga lima kali dalam seminggu, selama satu setengah tahun. Proses tersebut bukan hanya menguji ketahanan tubuh, tetapi juga mental.
Terapi Panjang dan Tekanan Mental
The Professor menggambarkan rasa sakitnya pada saat itu tidak sebanding dengan tekanan mental akibat dari lamanya waktu pemulihan.
“Saya harus menjalani terapi tiga sampai lima kali seminggu selama 28 bulan. Jadi, tekanan emosional yang saya rasakan, seperti, wow, butuh banyak usaha untuk menjadi sehat, dan Anda harus menunggu selama itu,” ungkapnya.
Bagi seorang atlet profesional, waktu pemulihan panjang artinya berhadapan dengan ketidakpastian karier dan tekanan finansial.
“Dan kemudian ketika itu adalah pekerjaan anda, dan itu semacam, seperti membayar tagihan, itu bisa menjadi sangat banyak,” ujar The Professor.
Alih-alih terpuruk, The Professor memilih cara lain untuk tetap produktif selama masa pemulihannya. Ia memanfaatkan waktu dengan membuat konten dan merencanakan strategi baru untuk comeback.
“Kadang-kadang, itu hal yang baik. Mungkin Anda memang seharusnya merenung dan, seharusnya belajar sesuatu dari itu,” katanya.
The Professor Terus Optimistis
Meskipun cedera Achilles ini membuat harus absen panjang, The Professor ini tetap menjaga optimisme dalam dirinya. Ia memandang masa pemulihannya yang berlangsung cukup lama sebagai waktu untuk tumbuh baik secara spiritual maupun kreativitas.
“Jadi saya mencoba mencari sisi optimismenya. Seperti apa yang seharusnya saya pelajari? Ke mana saya harus pergi? Dan bagaimana saya bisa kembali dengan lebih baik?,” ujarnya.
Masa pemulihan ini membuatnya fokus melakukan berbagai hal lainnya. The Professor mengatakan, saat itu ia mencoba mencari jalan untuk menghasilkan konten yang lebih kreatif, mengevaluasi hasil suntingan konten, dan juga mencari ide baru.
“Menurut saya, bagi saya, pertumbuhan spiritual adalah bagian penting dari itu. Tapi juga memfokuskan perhatian Anda ke hal lainnya,” jelas atlet basket itu.
Hasilnya, The Professor menyatakan, waktu satu setengah tahun terasa berjalan dengan cepat, karena ia menikmati seluruh proses pemulihan dengan mengerjakan hal positif lainnya.
“Ya, bulan-bulan itu memang cepat berlalu. Begini, kita jadi kreatif dan bersenang-senang mengerjakan hal lain. Dan waktu itu, rasanya 18 bulan yang saya lalui terasa begitu cepat,” tambahnya.
Risiko Cedera dan Cara Pemilihan Sepatu
Selain itu, di kesempatan yang sama pula, The Professor menyinggung soal pentingnya pemilihan sepatu yang tepat. Menurutnya, sepatu yang tidak mendukung aktivitas dapat meningkatkan risiko cedera.
“Yah, ya, saya pernah pakai sepatu yang salah. Kurasa kita bisa cedera. Itulah pengalamannya,” katanya sambil bercanda, menceritakan pengalaman memilih sepatu yang salah untuk aktivitasnya.
The Professor menyebut, kurangnya dukungan dan grip pada sepatu bisa menimbulkan masalah yang serius ketika digunakan di lapangan.
Selain itu, ia juga mematahkan mitos lama terkait sepatu basket, yang mana model hight-top dianggap lebih aman.
“Saya agak keluar dari mitos itu, dan kemudian saya belajar bahwa saya sebenarnya lebih suka atasan rendah (sepatu), karena Anda memiliki sedikit lebih banyak mobilitas pergelangan kaki,” jelas The Professor.
The Professor menambahkan bahwa sepatu dengan stabilitas, grip yang kuat, dan bobot ringan bisa menjadi kunci sepatu yang nyaman dan aman, yang menjadi standarnya dalam mencari sepatu.