
PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL) sebagai subholding BUMN Kepelabuhanan Pelindo, mendukung upaya global menghadapi perubahan iklim melalui rehabilitasi ekosistem pesisir yang selaras dengan target net zero emission dan penguatan konsep ekosistem blue carbon (karbon biru).
Di 2025, PT Pelindo Solusi Logistik kembali melakukan rehabilitasi mangrove seluas 10 hektare di pesisir Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Sejumlah 16.000 bibit Rhizophora sp. ditanam dengan pola sylvofishery, melanjutkan langkah yang telah dilakukan setahun sebelumnya di lokasi yang sama.
Ekosistem mangrove dianggap berperan besar dalam karbon biru dan mitigasi perubahan iklim dengan menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar di tanah dan biomassa, serta melindungi pesisir dari bencana alam.
Berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) Tahun 2024 yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait, luas ekosistem mangrove Indonesia tercatat mencapai 3.440.464 hektare. Dari jumlah tersebut, sekitar 2,7 juta hektare atau 79,6 persen berada di dalam kawasan hutan, sedangkan 701.326 hektare berada di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).
Hingga saat ini, diketahui bahwa ekosistem karbon biru, termasuk di dalamnya ekosistem mangrove, menyerap karbon di udara 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem karbon hijau seperti hutan dan vegetasi darat, sehingga penanaman mangrove dinilai sebagai langkah yang tepat dalam memitigasi perubahan iklim.
Senior Vice President Sekretariat Perusahaan SPSL Dewi Fitriyani menuturkan, seluruh inisiatif ini merupakan kelanjutan bentuk Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Perusahaan dengan fokus pada pelestarian ekosistem pesisir serta pemberdayaan masyarakat.
“Dengan melibatkan kelompok tani dan masyarakat setempat, mereka tidak hanya menanam, tetapi juga diberdayakan untuk merawat hingga tumbuh optimal,” ujar Dewi.
Lebih lanjut, ia menekankan rehabilitasi mangrove memberi manfaat berlapis. Selain memperbaiki ekosistem pesisir, mangrove juga membuka peluang ekonomi baru seperti pengembangan ekowisata, produk olahan hasil mangrove, hingga diversifikasi usaha kelompok tani lokal.
“Pelibatan masyarakat menjadi kunci agar program ini tidak berhenti pada seremoni, melainkan benar-benar memberi dampak nyata dan berkelanjutan,” tambahnya.
Langkah ini juga mendukung tiga tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGs), yakni tujuan nomor 13 soal penanganan perubahan iklim melalui penyerapan karbon dan pengurangan emisi, serta tujuan nomor 15 soal pemulihan ekosistem daratan melalui pelestarian biodiversitas dan perbaikan ekosistem.
“Upaya ini adalah bukti nyata keseriusan kami dalam mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam kegiatan operasional perusahaan.
Kami berkomitmen memperkuat langkah ini di tahun 2026 dan seterusnya," pungkas Dewi. (E-2)