KORBAN keracunan massal Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat mencapai 1308 siswa dari berbagai jenjang. Sebagian besar dari korban mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Saat ini, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat masih menunggu uji laboratorium yang menguji sampel makanan dan juga muntahan dari para pasien.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat Lia Nurliana Sukandar menyebutkan, hingga Jumat, 26 September 2025, sebagian besar korban sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Hanya tinggal tersisa 38 pasien yang masih dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan, di Bandung Barat.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Kami masih menangani pasien yang masih dirawat,” katanya kepada Tempo, Jumat 26 September 2025.
Pantauan Tempo pada Jumat kemarin menunjukkan bahwa di sejumlah fasilitas kesehatan yang menangani kasus keracunan massal, seperti RSUD Cililin dan Kantor Kecamatan Cipongkor, masih ada pasien yang menjalani perawatan. Beberapa pasien bahkan harus dirujuk kembali ke fasilitas kesehatan. Salah satunya adalah AN (15), yang kembali merasakan mual dan sesak, padahal sebelumnya ia sempat dinyatakan membaik.
“Senin sempat ke sini karena mual dan sesak. Sorenya pulang. Hari ini dia ngerasa sakit lagi jadi di bawa ke sini,” ujar ayah AN, kepada Tempo.
Lia menyebutkan para pasien korban keracunan MBG ini mengalami keluhan yang sama, yakni mual, pusing, dan muntah-muntah. Ada juga sebagian yang menderita sesak nafas. Meski sudah ada gejala yang tampak, Lia masih belum menyatakan apa penyebab dari keluhan-keluhan pasien tersebut.
“Tapi dari semua korban dipastikan tidak ada yang mengalami diare,” katanya.
Hingga saat ini Dinkes Bandung Barat masih menunggu hasil uji laboratorium untuk mengetahui apakah ada kandungan berbahaya di dalam menu MBG yang disantap siswa. “Kami telah mengambil sampel makanan, muntahan, dan juga kotoran pasien. Hasilnya kita masih menunggu,” ujarnya.
Sebagian besar korban keracunan massal di Bandung Barat terdapat di wilayah Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas. Di Kecamatan Cipongkor terdapat 2 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur yang mengolah, memasak, hingga mendistribusikan MBG ke sejumlah sekolah di wilayah tersebut.
Kedua SPPG tersebut adalah SPPG Dapur Makmur Jaya di Kampung Cipari, Desa Cijambu, dan SPPG Kampung Pasirsaji, Desa Neglasari, Cipongkor. Kedua dapur tersebut dikelola oleh Yayasan Rajib Putra Barokah.
Kedua SPPG yang baru beroperasi sekitar 90 hari ini kini ditutup sementara. Pantauan Tempo di SPPG Dapur Makmur Jaya, Jumat kemarin, auditor Inspektorat dan Puslabfor Polri sedang melakukan pemeriksaan terhadap pemilik dan karyawan SPPG tersebut.
Menurut salah satu pegawai SPPG Dapur Makmur Jaya, tempat kerjanya itu sudah didatangi oleh Inspektorat dan Puslabfor sejak Kamis, 25 September 2025, atau sehari setelah gelombang besar keracunan yang terjadi di Kecamatan Cipongkor.
Pegawai yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, pada hari Rabu itu, dapurnya menghidangkan menu berupa ayam geprek, tahu goreng, potongan sayur seperti tomat dan salada, juga 3 buah stroberi.
Dapur itu mendistribusikan ke 15 sekolah juga 1 Posyandu. Ia memastikan bahwa semua bahan makanan dan menu masakan disaijkan dengan sangat layak. “Saya juga heran kenapa jadi kejadian seperti ini?” ujarnya.
Salah satu pasien yang dirawat di RSUD Cicilin, Nandar, 17 tahun, siswa SMK Karya Perjuangan, Cipongkor, menceritakan pada hari Rabu, menerima menu santapan MBG berupa ayam geprek dengan sambal terpisah, tahun goreng, sayur, buah strawberry. Namun, ia mengaku tidak memakan semuanya. Ia hanya menghabiskan 3 butir stroberi.
Keesokan harinya, tepatnya pada saat dini hari, ia merasakan mual dan pusing. “Padahal cuman makan buah stroberi juga habiskan buah yang temen,” ujar Nandar sambil berbaring di tempat tidur pasien RSUD Cililin.