WAKIL Ketua Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno Laksono mendorong terbukanya kebebasan berekspresi setelah Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) TikTok Pte Ltd. Dave berujar DPR mendorong penerapan kebijakan pemerintah yang kolaboratif dengan memperhatikan aspek kebebasan untuk menyampaikan pendapat secara leluasa.
“Setiap regulasi harus tetap menjamin kebebasan berekspresi dan tidak mengekang ruang publik secara berlebihan,” ucap Dave saat dihubungi pada Sabtu, 4 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Politikus Partai Golkar itu mengatakan implementasi aturan, termasuk pembekuan TDPSE, harus berbasis prinsip kehati-hatian. Salah satu caranya adalah melibatkan para pemangku kepentingan, dari unsur pelaku industri, akademikus, hingga masyarakat sipil.
Dave juga memandang tindakan Komdigi itu menunjukkan pentingnya kepatuhan platform media sosial pada regulasi mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan data digital. Terutama, kata dia, di tengah situasi ricuh saat demonstrasi digelar di depan gedung DPR pada akhir Agustus lalu.
“Kejadian tersebut menjadi pengingat bahwa platform digital, khususnya media sosial, memiliki dampak langsung terhadap stabilitas sosial dan keamanan informasi,” ujarnya.
Atas dasar itu, Komisi I DPR, yang membidangi pertahanan dan keamanan, melihat ada urgensi memperkuat kerangka hukum yang mengatur media sosial. Tujuannya, kata Dave, bukan hanya transparansi data, melainkan juga penanggulangan hoaks, penyebaran isu liar, dan potensi disinformasi yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
“Kami sedang mengkaji berbagai opsi, termasuk kemungkinan penyusunan rancangan undang-undang yang secara khusus mengatur tata kelola media sosial agar lebih terstruktur dan responsif terhadap tantangan zaman,” tuturnya.
Kericuhan dalam demonstrasi yang menuntut pembubaran DPR pada Agustus lalu berujung pembekuan TDPSE Tiktok oleh Komdigi. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar mengatakan Tiktok dibekukan karena ketidakpatuhannya dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Langkah ini merupakan bentuk ketegasan pemerintah setelah TikTok hanya memberikan data secara parsial atas aktivitas TikTok Live selama periode unjuk rasa pada 25-30 Agustus 2025,” kata Alexander dalam keterangan tertulis pada Jumat, 3 Oktober 2025.
Alexander mengatakan ada dugaan monetisasi aktivitas live streaming dari akun yang terindikasi sebagai aktivitas perjudian online. Komdigi telah mengajukan permintaan data yang mencakup informasi traffic, aktivitas siaran langsung, serta data monetisasi, termasuk jumlah dan nilai pemberian gift.
“Kami telah memanggil TikTok untuk memberikan klarifikasi secara langsung pada 16 September 2025, dan TikTok diberi waktu hingga 23 September 2025 untuk menyampaikan data yang diminta secara lengkap,” ucapnya.
Namun, melalui surat resmi bernomor ID/PP/04/IX/2025 tanggal 23 September 2025, TikTok memiliki kebijakan dan prosedur internal yang mengatur cara menangani dan menanggapi permintaan data. Karena itu, TikTok menyatakan tidak dapat memberikan data yang diminta.
Manajemen TikTok mengatakan pihaknya menghormati setiap regulasi yang berlaku di negara tempatnya beroperasi. “TikTok menghormati hukum dan regulasi di negara tempat kami beroperasi,” ujar juru bicara TikTok melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 3 Oktober 2025.
TikTok juga terus bekerja sama dengan Komdigi untuk menyelesaikan masalah ini. Bersamaan dengan hal itu, TikTok pun berkomitmen melindungi privasi para penggunanya.
Pilihan Editor: Apa Dampak Matinya Fitur Live Streaming TikTok