
PENELITI Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menilai praktik tambang ilegal yang kini menjadi sorotan disebabkan oleh lemahnya fungsi pengawasan dan dugaan permainan antara aparat dan pelaku. Menurutnya, korupsi dalam sektor tambang telah dilakukan secara 'gila-gilaan' dan menimbulkan kerusakan yang luar biasa besar.
Zaenur menjelaskan, meski kasus yang diusut merupakan tindak pidana pertambangan, penegakan hukumnya bisa dilakukan dengan pendekatan tindak pidana korupsi apabila terdapat unsur penyalahgunaan kewenangan dan kerugian negara.
"Karena ada pihak-pihak yang menyalahgunakan kewenangan, pihak-pihak yang melawan hukum, menguntungkan diri sendiri, dan tentu merugikan keuangan dan ekonomi negara," ujarnya saat dihubungi, Selasa (7/10).
Ia menilai, keputusan untuk menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan pilihan yang tepat jika karakteristik kejahatannya memenuhi unsur korupsi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kasus ini belum diungkap sepenuhnya.
"Masih banyak pelaku-pelaku lain, beking lain yang tidak diproses secara hukum juga oleh aparat penegak hukum," kata Zaenur.
Lebih lanjut, dia menyatakan, persoalan tersebut bukan karena kekosongan aturan, melainkan karena tidak berjalannya institusi pengawas dan penegak hukum. Ia menilai adanya praktik 'main beking-bekingan' dan aliran uang yang membuat kejahatan tambang ilegal berlangsung selama puluhan tahun.
"Ini terjadi bukan karena ada celah aturan hukum, tapi karena tidak berfungsinya, tidak berjalannya institusi aparat pengawas. Mereka tidak menjalankan tugasnya," tutur Zaenur.
Dia menilai langkah kejaksaan yang mulai menindak kasus korupsi di sektor pertambangan patut diapresiasi, namun masih ada pekerjaan besar yang menanti, terutama dalam pemulihan kerugian negara. Ia menekankan pentingnya langkah pemulihan aset (asset recovery) melalui penyitaan hasil kejahatan dan eksekusi uang pengganti.
"Uang pengganti itu pasti biasanya melebihi yang diperoleh dari kejahatan. Ini yang harus dikejar oleh aparat penegak hukum untuk dapat memulihkan kerugian," jelasnya.
Selain aspek keuangan, Zaenur juga menyoroti kerusakan lingkungan akibat praktik tambang ilegal yang harus dipulihkan. Ia menilai, penegakan hukum saja tidak cukup jika tidak disertai dengan reformasi menyeluruh terhadap lembaga pengawasan dan aparat hukum.
Untuk mencegah kasus serupa di masa depan, Zaenur menyebut tiga langkah utama yang harus ditempuh, yaitu penegakan hukum menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat dengan prinsip follow the money, reformasi institusi penegak hukum, serta konsistensi dalam penerapan hukum.
"Hal seperti ini tidak akan terjadi kalau aparat penegak hukum itu tidak menutup mata," pungkas Zaenur.
Adapun sebelumnya Presiden Prabowo Subianto meminta para aparat penegak hukum untuk terus menindak kejahatan di sektor pertambangan. Apa yang telah dilalukan kejaksaan harus dilanjutkan guna mengoptimalisasi kekayaan negara agar membawa dampak positif terhadap masyarakat.
"Saya minta diteruskan, Jaksa Agung, Panglima TNI, Bea Cukai, Bakamla, teruskan. Kita selamatkan kekayaan negara untuk rakyat kita," kata dia seusai meninjau Smelter PT. Tinindo Internusa, Kecamatan Bukitintan, Kota Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Senin (6/10). (Mir/P-3)