Liputan6.com, Jakarta - Transplantasi ginjal menjadi harapan terakhir bagi banyak pasien gagal ginjal kronik untuk kembali menjalani hidup normal. Namun di Indonesia, prosedur ini masih tergolong langka.
Berdasarkan data Global Observatory on Donation and Transplantation, hanya ada sekitar 130 kasus transplantasi ginjal di Indonesia pada 2018 s.d 2019. Angka ini jauh tertinggal dari Thailand (781 kasus), Vietnam (1.000 kasus), Korea Selatan (3.583 kasus), dan Turki (5.455 kasus).
Di tengah keterbatasan tersebut, kisah NF, asal Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, menjadi potret nyata perjuangan pasien gagal ginjal yang berhasil bangkit lewat transplantasi.
Remaja 16 tahun tersebut didiagnosis gagal ginjal kronik akibat kelainan bawaan renal agenesis sejak umur 8 tahun. Hari-harinya diisi perawatan medis intensif, termasuk hemodialisis atau cuci darah yang membuatnya harus sering bolak-balik ke rumah sakit. Waktu belajar dan bermain pun banyak terbuang.
Setelah beberapa waktu, NF beralih ke Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Metode cuci darah lewat rongga perut yang bisa dilakukan di rumah. Namun, prosedur ini tetap menyita waktu dan tenaga karena harus dilakukan lima kali sehari selama 13 bulan.
Menerima Donor Ginjal dari Sang Ayah
Titik balik hidup NF datang pada April 2019. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, dia menerima donor ginjal dari ayahnya.
Transplantasi tersebut bukan hanya menyelamatkan hidupnya, tetapi juga mengembalikan kesempatan untuk beraktivitas tanpa ketergantungan pada mesin cuci darah. "Transplantasi ini menyelamatkan hidup anak kami. Kini dia bisa beraktivitas, belajar, dan bermain tanpa terganggu cuci darah," ujar ibu NF.
Meski kini kehidupannya jauh lebih stabil, perjuangan NF belum berhenti. Setelah transplantasi, dia harus mengonsumsi obat imunosupresan seumur hidup agar tubuhnya tidak menolak ginjal baru.
Tantangan muncul karena ketersediaan obat di Tanjung Pinang terbatas dan distribusinya kerap terganggu. "Kalau obatnya diganti merek, saya belum berani. Kami khawatir efeknya berbeda. Jadi, kalau stok habis, kami sering minta bantuan ke komunitas pasien," tambahnya.
Perjuangan NF Belum Berhenti
Selain itu, NF wajib menjalani pemeriksaan kadar tacrolimus secara berkala untuk memastikan obat bekerja dengan baik. Sayangnya, pemeriksaan ini tidak ditanggung BPJS Kesehatan di daerahnya dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan swasta dengan biaya lebih dari Rp1 juta sekali tes.
NF harus menjalaninya dua kali dalam sebulan. Jika suatu saat ada pergantian obat, frekuensi pemeriksaan bisa lebih sering. "Kalau itu terjadi, kami terpaksa ke Jakarta agar kondisinya bisa diawasi langsung oleh dokter," kata ibunya.
Kini NF mulai menikmati masa remajanya kembali. NF menjalani homeschooling, les biola, dan belajar bahasa Mandarin. Meski harus tetap berhati-hati menjaga pola hidup dan kebersihan, kehidupannya kini jauh lebih berwarna.
Jalan Panjang Transplantasi Ginjal di Indonesia
Hingga 2023, total prosedur transplantasi ginjal di Indonesia baru mencapai sekitar 1.155 kasus, dengan sekitar 80 persen dilakukan di RSCM Jakarta. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan nasional, mengingat tingginya angka penderita gagal ginjal kronik di tanah air.
Meski begitu, tingkat keberhasilan transplantasi ginjal di Indonesia mencapai 90–93 persen, setara dengan negara maju. Namun, hasil jangka panjang sangat bergantung pada kepatuhan pasien minum obat dan pemeriksaan rutin kadar tacrolimus.
Bagi NF dan keluarganya, transplantasi adalah anugerah sekaligus tanggung jawab besar. Mereka berharap pemerintah bisa menjamin ketersediaan obat imunosupresan dan pemeriksaan tacrolimus yang terjangkau di daerah-daerah.
"Sejak usia delapan tahun, anak kami sudah berjuang. Sekarang setiap obat dan makanan yang masuk harus benar-benar kami perhatikan demi menjaga kualitas hidupnya," pungkas ibu NF.