INFO NASIONAL – PT Permodalan Nasional Madani (PNM) terus membuktikan komitmennya dalam memberdayakan perempuan prasejahtera melalui pembiayaan ultra mikro yang menjangkau akar rumput.
Sejak berdiri pada 1999, PNM konsisten memilih segmen yang selama ini dianggap terlalu kecil dan berisiko tinggi oleh lembaga pembiayaan lain. Strategi ini tidak hanya relevan, tetapi juga menjadi fondasi perubahan sosial dan ekonomi yang nyata di tingkat masyarakat.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Melalui program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), PNM menyalurkan pembiayaan tanpa agunan berbasis kelompok kepada jutaan perempuan.
Hingga Agustus 2025, Mekaar berhasil melayani lebih dari 13 juta nasabah perempuan, menjadikan PNM sebagai lembaga pembiayaan perempuan terbesar di dunia, bahkan melampaui Grameen Bank di Bangladesh. Realisasi penyaluran pembiayaan juga melonjak tajam, dari Rp4,2 triliun pada 2017 menjadi Rp68,2 triliun pada 2024, dengan CAGR mencapai 49,2 persen.
Tonggak penting terjadi pada Juni 2025 ketika PNM menerbitkan Orange Bond senilai Rp16 triliun sekaligus Orange Sukuk pertama di dunia. Respons investor sangat positif, terbukti seluruh emisi terserap penuh hanya dalam delapan hari dengan kupon kompetitif.
Direktur Utama PNM, Arief Mulyadi, menyebut momentum ini sebagai wujud mempertemukan “Wall Street dengan Backstreet”. “Modal global bisa langsung menyentuh perempuan miskin di pelosok desa,” ujarnya.
Inovasi Orange Bond tidak hanya memperkuat posisi Indonesia di panggung global, tetapi juga mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dengan dampak sosial yang jelas.
PNM memastikan penerbitan ini sesuai regulasi OJK dan telah diverifikasi independen untuk menjamin keberpihakan pada kesetaraan gender. Bahkan, PNM telah menyiapkan penerbitan tahap kedua senilai Rp1,02 triliun pada akhir 2025 guna menjawab tingginya minat investor.
Selain pembiayaan, PNM terus memperluas inovasi melalui aplikasi SenyuM Mobile, program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), hingga peran aktif di forum internasional seperti Commission on the Status of Women (CSW) PBB ke-68 di New York.
Fondasi utama tetap terletak pada pemberdayaan perempuan desa yang bukan hanya diberi akses permodalan, tetapi juga pendampingan usaha, pelatihan, serta Pertemuan Kelompok Mingguan (PKM). Dari desa ke panggung global, jejak PNM menjadi bukti bahwa pemberdayaan perempuan adalah kekuatan yang mampu mengubah wajah ekonomi bangsa.(*)