Liputan6.com, Jakarta AC Milan sangat aktif di bursa transfer musim panas 2025. Ini bukan karena pembelian besar, melainkan karena gelombang penjualan pemain yang membuat kas klub membengkak. Total, Rossoneri hampir mengantongi €200 juta atau setara Rp3,6 triliun.
Transfer terbaru adalah kepindahan Noah Okafor ke Leeds United senilai €21 juta (sekitar Rp379 miliar) termasuk bonus. Jika digabungkan dengan transaksi sebelumnya, Milan kini menjadi salah satu tim Serie A dengan pemasukan penjualan tertinggi musim ini. Namun, tak semua kesepakatan menuai tepuk tangan dari para tifosi.
Beberapa transfer dianggap sebagai langkah cerdas karena Milan mampu melepas pemain yang tidak masuk rencana dengan keuntungan besar. Namun, ada pula transaksi yang dianggap terburu-buru dan berpotensi merugikan jangka panjang. Pertanyaannya, apakah semua ini benar-benar strategi jitu atau sekadar kebutuhan finansial mendesak?
Okafor Jadi Simbol Keuntungan Cepat
Kepindahan Noah Okafor ke Leeds United dianggap sebagai bisnis brilian. Milan membelinya dari Salzburg pada 2023 dengan harga €15,5 juta (Rp280 miliar).
Selain itu, Okafor juga sudah menyumbang €1,5 juta (Rp27 miliar) lewat pinjaman singkat di Napoli musim lalu. Kini, dijual dengan harga €21 juta, Milan sukses meraih profit bersih tanpa kehilangan pemain inti.
Meski jarang masuk rencana utama, Okafor tetap menjadi contoh nyata bagaimana sebuah investasi kecil bisa berubah menjadi keuntungan besar. Hal ini semakin mempertegas reputasi Igli Tare sebagai direktur olahraga baru yang lihai dalam menjual pemain.
Strategi Lepas Pemain Tak Terpakai
Igli Tare mendapat banyak pujian karena mampu menyingkirkan pemain yang dianggap surplus. Misalnya, Marco Pellegrino dilepas ke Boca Juniors dengan harga €3,5 juta (Rp63 miliar), sementara Emerson Royal dijual ke Flamengo seharga €9 juta plus €1 juta bonus (Rp180 miliar).
Keputusan melepas Tommaso Pobega ke Bologna dengan total €8 juta (Rp144 miliar) juga dianggap realistis mengingat sang gelandang tidak lagi masuk rencana pelatih. Bahkan, Theo Hernandez yang tinggal satu tahun kontrak dilepas ke Al-Hilal seharga €25 juta (Rp451 miliar).
Namun, yang paling mencolok tentu penjualan Malick Thiaw ke Newcastle United. Bek Jerman itu dilepas dengan harga €35 juta plus €5 juta bonus (Rp720 miliar), jauh lebih tinggi dibanding tawaran Como sebelumnya.
Transfer yang Menyisakan Tanda Tanya
Meski banyak pujian, ada juga penjualan yang menuai kritik dari fans. Misalnya, pelepasan Tijjani Reijnders ke Manchester City seharga €57 juta plus €15 juta bonus (Rp1 triliun lebih), yang langsung tampil cemerlang di laga debut Premier League.
Beberapa transfer lain juga dinilai terburu-buru, seperti Devis Vasquez yang dibiarkan pergi gratis ke AS Roma. Begitu juga Mattia Liberali yang hanya dilepas dengan biaya kecil ke Catanzaro meski Milan masih menyimpan 50 persen hak penjualan masa depan.
Situasi serupa dialami Marko Lazetic, yang akhirnya dijual ke Aberdeen setelah beberapa kali dipinjamkan. Fans menilai Milan seharusnya bisa mendapatkan nilai lebih dari striker muda tersebut.
Laba Besar, tapi Risiko Tetap Ada
Dengan hampir €200 juta masuk kas, Milan jelas punya keuntungan finansial besar musim ini. Pemasukan ini bisa dialokasikan untuk memperbaiki struktur gaji atau melakukan investasi di bursa transfer berikutnya.
Namun, menjual terlalu banyak pemain juga bisa berdampak pada kedalaman skuad, terutama jika beberapa pemain yang dilepas justru bersinar di klub baru mereka.
Kini, semua mata tertuju pada bagaimana Milan memanfaatkan dana tersebut. Apakah akan membangun tim yang lebih kompetitif, atau sekadar menutup kebutuhan neraca keuangan?