KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani menganggap bahwa pengibaran bendera One Piece menjelang peringatan kemerdekaan 80 tahun Indonesia merupakan ekspresi keresahan masyarakat. Ia menyampaikan gagasannya dalam pidato sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang digelar bersama DPR dan Dewan Perwakilan Daerah pada hari ini.
Menurut Puan, generasi sekarang memiliki cara unik dan kreatif dalam mengekspresikan kritik kepada pemerintah. Khususnya melalui media sosial.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Ungkapan tersebut dapat berupa kalimat singkat seperti 'kabur aja dulu', sindiran tajam 'Indonesia Gelap', lelucon politik 'negara Konoha', hingga simbol-simbol baru seperti bendera One Piece, dan banyak lagi yang menyebar luas di ruang digital," kata Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Fenomena itu, kata Puan, menunjukkan bahwa aspirasi dan keresahan rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri. Ia menegaskan bahwa dalam berdemokrasi, rakyat harus memiliki ruang yang luas untuk berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat, dan menyampaikan kritik.
"Bagi para pemegang kekuasaan, semua suara rakyat yang kita dengar bukanlah sekadar kata atau gambar. Di balik setiap kata ada pesan," tutur politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Ia pun mendesak para pemangku kepentingan untuk merespon keresahan masayarakat dengan cara yang bijaksana. Sebab ujarnya, di balik setiap pesan pasti ada keresahan. Sementara di balik keresahan tersisip harapan.
Puan lalu menjelaskan bahwa makna kebijaksanaan itu tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami. "Kebijaksanaan untuk tidak hanya menanggapi, tetapi merespons dengan hati yang jernih dan pikiran yang terbuka. Kita semua berharap—apa pun bentuk dan isi kritik yang disampaikan rakyat—tidak boleh menjadi bara yang membakar persaudaraan," ujar dia.
Puan berpesan agar kritik tidak menjadi api yang memecah belah bangsa. Sebaliknya, ia ingin supaya kritik menjadi cahaya yang menerangi jalan bersama. "Kritik dapat keras dalam substansi dan menentang keras kebijakan akan tetapi kritik bukan alat untuk memicu kekerasan, kebencian, menghancurkan etika dan moral masyarakat, apalagi menghancurkan kemanusiaan," katanya.