PRESIDEN Prabowo Subianto dijadwalkan melantik perwira tinggi yang akan mengisi posisi Wakil Panglima TNI dalam sebuah upacara militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Ahad, 10 Agustus 2025. Ini menjadi kali pertama posisi tersebut kembali diisi setelah 25 tahun kosong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi membenarkan rencana pelantikan posisi orang nomor dua di TNI tersebut. "Iya, rencananya demikian,” ujar Kristomei saat dikonfirmasi pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Meski demikian, Kristomei belum merinci siapa nama perwira tinggi yang akan ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk menempati jabatan tersebut. Ia menyebut pengisi posisi itu bisa berasal dari kepala staf salah satu matra atau dari perwira bintang tiga aktif. “Kami masih menunggu,” kata Kristomei.
Posisi Wakil Panglima TNI terakhir kali diisi oleh Jenderal Fachrul Razi pada 2000. Setelah itu, jabatan tersebut dihapus. Wacana pengembalian posisi ini sempat mencuat saat pembahasan rancangan Undang-Undang TNI.
Langkah resmi untuk menghidupkan kembali jabatan ini ditempuh lewat Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI, yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 2019. Dalam beleid tersebut, posisi Wakil Panglima kembali dimasukkan ke dalam struktur organisasi TNI.
Pelantikan Wakil Panglima TNI akan menjadi bagian dari rangkaian Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer. Dalam upacara itu juga akan dilakukan pelantikan Panglima Komando Pasukan Khusus (Pangkopassus), Panglima Komando Marinir (Pangkormar), dan Panglima Korps Pasukan Gerak Cepat (Pangkorpasgat), yang naik dari perwira bintang dua menjadi bintang tiga.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi mengkritik usulan tersebut. Menurut dia, posisi wakil panglima tidak terlalu diperlukan. Sebab, ia menilai selama ini Panglima TNI bisa menjalankan tugas secara efektif tanpa adanya wakil.
"Bahkan, kalau membahas semangat reformasi sipil, sebetulnya posisi panglima juga tidak perlu ada. Seperti di Amerika, adanya kepala gabungan," kata dia, dikutip dari Koran Tempo edisi 17 Mei 2023.