ANGGOTA Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Riyono, mengatakan lembaganya belum membentuk panitia khusus penyelesaian konflik agraria hingga Kamis pagi, 25 September 2025. Ia mengatakan belum ada daftar nama calon anggota pansus. “Belum dibentuk. (Rencana pembentukannya) baru diumumkan kemarin,” kata Riyono melalui pesan pendek pada Kamis, 25 September 2025.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mengatakan keanggotaan pansus tersebut akan melibatkan lintas komisi dan fraksi, bukan hanya anggota DPR yang berasal dari Komisi IV. “Pembentukan pansus akan dilakukan oleh pimpinan DPR dan melibatkan semua fraksi,” ujarnya.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Komposisi keanggotaan pansus serta keterwakilan fraksi akan disesuaikan dengan persentase jumlah anggota DPR tiap fraksi. Biasanya pansus beranggotakan 30 orang. Tapi jumlahnya bergantung pada masalah yang ditangani.
Agenda pembentukan pansus penyelesaian konflik agraria ini merupakan hasil audiensi antara DPR dan pemerintah dengan perwakilan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di gedung DPR pada Rabu, 24 September 2025. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR akan segera membentuk panitia khusus untuk menuntaskan konflik agraria tersebut. Politikus Partai Gerindra ini mengatakan pengesahan pembentukan pansus penyelesaian konflik agraria akan dijadwalkan pada akhir penutupan paripurna sidang DPR pada 2 Oktober 2025.
Dasco menyebutkan pembentukan pansus ini merupakan kesimpulan hasil audiensi DPR dengan pemerintah dan KPA. Dalam audiensi itu, KPA menyampaikan sembilan tuntutan kepada DPR. Tapi DPR hanya memenuhi tiga poin. Ketiga poin itu adalah pembentukan pansus penyelesaian konflik agraria, percepatan kebijakan satu peta, dan merapikan desain tata ruang.
"DPR akan mendorong pemerintah mempercepat kebijakan satu peta dan merapikan desain tata ruang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutur Dasco di Kompleks DPR, Jakarta, pada Rabu, 24 September 2025.
Sesuai dengan temuan KPA, yang disampaikan juga kepada DPR, bahwa konflik agraria selama pemerintahan Joko Widodo pada 2014-2024 mencapai 7,4 juta hektare. Tercatat terjadi 3.234 letusan sengketa selama satu dekade tersebut.
“Dampaknya, 1,8 juta keluarga kehilangan tanah serta kehilangan mata pencarian dan masa depan,” kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Sartika dalam konferensi pers menyikapi Hari Tani Nasional di Jakarta pada 21 September 2025, seperti dikutip dari rilis resmi lembaga tersebut.
Menurut Riyono, konflik agraria sudah terjadi sejak Indonesia berdiri. Legislator yang berasal dari daerah pemilihan VII Jawa Timur ini menilai perebutan lahan terjadi karena lemahnya regulasi.
Ia mengatakan kebijakan satu peta yang diberlakukan pemerintah tidak mudah. Sebab, topografi Indonesia yang cukup rumit membuat penguasaan lahan sering menjadi sumber konflik.
Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Saling-Silang Reforma Agraria di Era Jokowi