INFO NASIONAL – Muhamad Mardiono kembali menempati kursi ketua umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) setelah terpilih secara aklamasi dalam Muktamar X PPP di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 27 September 2025. Dia dipilih dan disetujui 1.304 muktamirin pemilik hak suara muktamar yang hadir.
Pencalonan Mardiono sebagai ketum dinilai sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP yakni berasal dari internal alias kader partai. Hal itu turut diamini Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie. Menurut dia, figur ketum memang harus dari kader partai apabila merujuk AD/ART PPP. "Iya, semestinya begitu," kata Jimly kepada Tempo, Ahad, 28 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Diketahui, merujuk AD/ART PPP Bab III mengenai pimpinan pada Pasal 6, tertulis mengenai lima syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dipilih menjadi Anggota Pengurus Dewan Pimpinan PPP di semua tingkatan.
Ketentuan menyangkut syarat untuk menjadi ketum tersebut terdapat pada poin d atau poin keempat.
Poin itu menyatakan, khusus untuk jabatan Ketua Umum Pengurus Harian DPP PPP harus pernah menjadi Pengurus Harian DPP PPP, dan/atau Ketua DPW PPP sekurang-kurangnya 1 (satu) masa bakti secara penuh terhitung sejak diangkat dalam Muktamar/Musyawarah Wilayah yang dilaksanakan secara berkala sampai dengan pelaksanaan Muktamar/Musyawarah Wilayah berikutnya.
Jimly pun berharap gejolak yang tengah mengemuka di internal PPP saat ini menyangkut posisi ketum bisa segera diselesaikan dengan baik. Sebab, pesaing Mardiono yaitu Agus Suparmanto melalui para pendukungnya juga klaim memenangkan posisi ketum PPP secara aklamasi. Kendati, Agus Suparmanto bukan kader PPP. "Pengusung Agus Suparmanto barangkali mengangggap (Agus Suparmanto) sudah kader (PPP)," ujar Jimly.
Dia menilai, upaya mengakhiri gejolak akan semakin sulit dilakukan apabila kondisi tersebut tetap dipertahankan. Atas dasar itu, Jimly mendorong adanya islah atau perdamaian di antara kedua belah pihak. "Tidak usah cari-cari pasal, tidak ketemu. Maka, jangan lagi memelihara konflik," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Jimly mendorong, kedua belah pihak yakni Mardiono dan Agus Suparmanto beserta pengusungnya masing-masing bertemu serta berunding guna mencari solusi terbaik. Solusi semacam itu, ujar Jimly, dibutuhkan agar PPP bisa bangkit di Pemilu 2029 dan kembali menempatkan wakilnya di DPR RI. "(PPP) harus diselamatkan karena ini partai bersejarah," ujar Jimly.
Apalagi, ia berharap permasalahan yang mencuat saat ini bisa dituntaskan secara internal oleh segenap unsur PPP, bukan oleh pihak luar. Soal kegagalan PPP lolos ke DPR RI usai Pemilu 2024, kata Jimly lagi, hal itu sejatinya bukan kesalahan satu orang semata. "Itu kesalahan bersama, ya mudah-mudahan (permasalahannya) bisa diselesaikan," ujar Jimly.
Sementara, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayito mengharapkan adanya muktamar islah PPP untuk mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini diperlukan guna menjaga kekompakan partai berlambang Ka'bah itu. "Karena PPP butuh persatuan untuk menghadapi Pemilu 2029 agar lolos parlemen (DPR RI)," kata Adi.
Sebelumya, Pimpinan Sidang Amir Uskara menyatakan sesuai ketentuan AD/ART pasal 11 pada pemilihan ketum harus dihadiri calon ketum. Sesuai AD/ART hanya Pelaksana Tugas (Plt) Ketum PPP Mardiono yang sah dan hadir langsung di arena Muktamar ke-10 PPP.
Selanjutnya, muktamirin sepakat bahwa Muhammad Mardiono kembali diberi amanah sebagai Ketum PPP. Sementara itu, Ketua Steering Committee Muktamar X sekaligus Wakil Ketua Umum PPP, Ermalena menyatakan klaim kemenangan kubu Agus Suparmanto tidak sah.
Menurut dia, pencalonan Agus Suparmanto tidak memenuhi syarat AD/ART karena belum pernah menjabat satu tingkat di bawah ketum selama satu periode. Selain itu, kata Ermalena menambahkan, Agus Suparmanto berasal dari eksternal PPP.(*)