
BUPATI Pati, Sudewo, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, bukan hanya karena kebijakan kontroversial menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250% pada 2025, tetapi juga karena kasus dugaan korupsi yang pernah menyeret namanya kembali mencuat.
Kenaikan tarif PBB-P2 itu memicu gelombang protes besar dari warga Kabupaten Pati. Aksi demonstrasi berlangsung selama beberapa hari. Warga tambah geram ketika Sudewo membuat pernyataannya yang terkesan menantang seperti diunggah dalam sebuah media sosial.
"Saya tidak akan merubah kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250%, saya juga tidak gentar didemonstrasi jangankan hanya 5.000 orang, 50.000 saya akan hadapi," katanya mengutip unggahan akun Instagram @pati.24jam, Kamis (7/8).
Meski akhirnya ia meminta maaf dan membatalkan kebijakan kenaikan PBB-P2, aksi protes warga tak mereda. Bahkan jumlah massa semakin banyak, dengan tuntutan agar Sudewo mundur dari jabatannya sebagai bupati.
Jejak Sudewo dalam Dugaan Korupsi DJKA
Di tengah panasnya demonstrasi, publik kembali mengingat kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, yang sempat menyeret nama Sudewo.
Nama Sudewo disebut dalam persidangan kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang pada 9 November 2023. Saat itu, terdakwa adalah Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, serta Pejabat Pembuat Komitmen Bernard Hasibuan.
Dalam sidang itu, KPK disebut menyita uang dari Sudewo sekitar Rp3 miliar. Jaksa Penuntut Umum KPK menunjukkan barang bukti foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari rumah Sudewo.
Namun, Sudewo yang kala itu masih menjabat Anggota Komisi V DPR RI membantah tuduhan menerima uang tersebut, termasuk Rp720 juta dari pegawai PT Istana Putra Agung dan Rp500 juta dari Bernard Hasibuan.
"Uang gaji dari DPR, kan diberikan dalam bentuk tunai," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023), seperti dikutip Antara.
Sudewo Diduga Terima Commitment Fee
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Sudewo (SDW) termasuk pihak yang diduga menerima aliran commitment fee terkait proyek DJKA.
“Ya, benar. Saudara SDW merupakan salah satu pihak yang diduga juga menerima aliran commitment fee (biaya komitmen) terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta,” ujar Budi Prasetyo dikutip Antara, Rabu (13/8).
Budi menambahkan, KPK membuka peluang memanggil Sudewo sebagai saksi jika penyidik menilai keterangannya diperlukan.
Awal Mula Kasus
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah (kini bernama BTP Kelas I Semarang). Saat itu, KPK menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan. Hingga November 2024, jumlah tersangka bertambah menjadi 14 orang, termasuk dua korporasi.
- Proyek-proyek yang tersangkut kasus ini antara lain:
- Pembangunan jalur ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso
- Pembangunan jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan
- Empat proyek konstruksi dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat
- Perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera
KPK menduga terjadi pengaturan pemenang tender sejak tahap administrasi hingga penunjukan pelaksana proyek, melibatkan sejumlah pihak di internal dan eksternal DJKA. (P-4)