London (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy pada Kamis (14/8) mendesak Israel untuk menghentikan rencana pembangunan permukiman di Tepi Barat, serta memperingatkan bahwa langkah tersebut akan menjadi "pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional" dan sangat merusak prospek solusi dua negara.
"Inggris sangat menentang rencana pemerintah Israel untuk membangun permukiman di area E1, yang akan memecah negara Palestina di masa depan menjadi dua bagian," kata Lammy, seraya menambahkan bahwa "rencana tersebut harus dihentikan sekarang juga."
Pernyataan Lammy itu disampaikan menyusul pengumuman Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich tentang rencana membangun sekitar 3.500 unit hunian di area E1 di Tepi Barat. Smotrich menyatakan bahwa proyek tersebut akan "mengubur" gagasan berdirinya negara Palestina.
Area E1, sebidang tanah di sebelah timur Yerusalem yang terletak di antara Yerusalem dan permukiman Ma'ale Adumim, dianggap sangat kontroversial karena pembangunan di area itu secara efektif akan memisahkan Yerusalem Timur dari Tepi Barat bagian utara. Rencana pembangunan di E1 telah dibekukan selama bertahun-tahun, terutama karena menuai penentangan dari masyarakat internasional.
Lammy, bersama Menteri Luar Negeri Kanada Anita Anand dan Menteri Urusan Eropa dan Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot, juga membahas perlunya "gencatan senjata segera, pembebasan semua sandera, pengiriman bantuan berskala besar, dan rencana untuk mewujudkan perdamaian abadi" di Gaza.
Pengumuman itu juga disampaikan saat Inggris, di antara beberapa negara lainnya, mengisyaratkan kesiapan untuk secara resmi mengakui negara Palestina pada September kecuali Israel memenuhi syarat-syarat utama, seperti menyetujui gencatan senjata di Gaza.
"Situasi di Gaza sangat memprihatinkan," kata Lammy dalam sebuah unggahan di media sosial pada Kamis tersebut, memperingatkan bahwa langkah-langkah Israel kian membahayakan solusi dua negara.
Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.