Liputan6.com, Jakarta - BPJS Kesehatan mengumumkan kesiapannya untuk menanggung biaya penanganan medis terkait keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar penjaminan ini dapat berlaku.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa biaya penanganan medis akan ditanggung selama kasus keracunan tidak dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Biaya penanganan medis dalam kasus keracunan pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan selama bukan kejadian luar biasa (KLB)," kata Ali Ghufron Mukti dikutip dari Antara.
Penjaminan ini hanya berlaku bagi peserta aktif BPJS Kesehatan. "Namun demikian, nilai manfaat ini hanya berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan saja," tambahnya.
Jika suatu insiden keracunan dinyatakan sebagai KLB lokal, maka tanggung jawab penanganan biaya akan berada di tangan pemerintah daerah. "Sepanjang tidak ada declare bahwa itu masalah terkait dengan KLB, kalau KLB lokal, maka tanggung jawabnya pemda," ujar Ali.
Data Kasus Keracunan MBG
Hingga pertengahan September 2025, Kementerian Kesehatan melaporkan adanya 60 kasus keracunan dengan total 5.207 penderita akibat insiden keracunan menu MBG. "Hingga pertengahan September 2025, Kementerian Kesehatan melaporkan sedikitnya 60 kasus dengan 5.207 penderita dari insiden keracunan menu MBG," kata Ali.
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat 55 kasus dengan 5.320 penderita. Provinsi Jawa Barat diidentifikasi sebagai wilayah dengan jumlah kasus keracunan MBG terbanyak. "Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus keracunan MBG terbanyak," ujarnya.
Transparansi Data dan Verifikasi
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, juga menekankan pentingnya transparansi data terkait dugaan kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis. Data tersebut akan dibuka untuk publik melalui Badan Gizi Nasional (BGN).
"Data mengenai dugaan kasus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan dibuka untuk publik melalui Badan Gizi Nasional (BGN)," ujar Budi.
Data tersebut telah dikumpulkan secara harian oleh Kementerian Kesehatan melalui jaringan puskesmas di seluruh Indonesia dan telah disampaikan kepada BGN untuk proses verifikasi lebih lanjut.
"Sudah ada datanya, sudah kami share kepada BGN. Nanti yang mengeluarkan BGN," tambahnya.
Laporan kasus keracunan berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sekolah-sekolah, yang terhubung dengan sistem pelaporan di puskesmas.
"Laporan yang diterima berasal dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sekolah-sekolah, yang telah terhubung dengan sistem pelaporan di puskesmas," tambah Budi.
Aksesibilitas BPJS Kesehatan
Dari sisi aksesibilitas, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.586 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 3.157 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), dan 6.526 fasilitas kesehatan penunjang di seluruh Indonesia.
"Program JKN memiliki prinsip portabilitas, maka pesertanya bisa mengakses pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia," kata perwakilan BPJS Kesehatan, Rizzky.
Peserta BPJS Kesehatan tidak perlu mengurus berkas klaim apapun setelah berobat, karena BPJS Kesehatan akan membayari biaya berobat peserta langsung ke fasilitas kesehatan.
"Selama peserta mengikuti prosedur berobat yang benar, fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik iur biaya tambahan apapun dari peserta," pungkas Rizzky.