Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan Nota Kesepahaman tersebut mencakup penyediaan data statistik yang penting untuk pengambilan keputusan di sektor ESDM, terutama penerima subsidi BBM, listrik, dan LPG. Hal ini seiring dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 yang mewajibkan seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dirilis BPS.
"Setelah hasil Instruksi Presiden pada tahun 2025, semua lembaga negara yang ditunjuk untuk satu data terkait dengan perkembangan ekonomi terkait dengan subsidi dan macam-macam, itu adalah BPS," kata Bahlil dalam sambutannya, Selasa (14/10).
"Kita mungkin 1-2 putaran lagi baru kemudian kita pakai nanti untuk Subsidi LPG, BBM, dan listrik," ungkapnya.
Di sisi lain, Bahlil juga berharap kepada BPS untuk menyediakan data yang akurat dan kredibel. Dia meyakini BPS tidak akan memanipulasi data untuk kepentingan pemerintahan.
"Saya saran kepada BPS, mainkan barang ini, kalau tidak bagus bilang tidak bagus, tapi kalau bagus Bapak jangan simpan-simpan yang bagus, tulis semuanya supaya kita belajar transparan dan objektif, belajar fair. Dan kalau sudah bagus kita lanjutkan kalau belum bagus, kita perbaiki," tegas Bahlil.
Sementara itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kolaborasi antara BPS dengan Kementerian ESDM sudah panjang. Pertama, penyusunan statistik bidang ESDM dan neraca nasional untuk menghitung pertumbuhan ekonomi, misalnya Neraca Arus Energi dan Neraca Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia 2019-2023.
Kemudian, BPS juga sedang melakukan update klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) 2025. KBLI menjadi landasan penting dalam OSS untuk menentukan perizinan dan tanggung jawab kementerian yang bertanggung jawab.
"Kami menerima 35 usulan KBLI 2025 yang disampaikan oleh Kementerian ESDM. Saat ini sudah 34 usulan yang sudah difinalkan dan disepakati," kata Amalia.
Selain itu menyempurnakan standar pengelompokkan kegiatan ekonomi, BPS juga berkomitmen untuk terus menghasilkan indikator ekonomi yang berkualitas, khususnya PDB sebagai indikator utama pembangunan ekonomi.
"Agar angka PDB semakin berkualitas bermakna maka BPS terus meningkatkan data masuk mengukur PDB Indonesia dengan cermat termasuk sektor pertambangan dan pengadaan listrik dan gas. Upaya peningkatan kualitas ini dilakukan melalui perluasan dan pendalaman cakupan sumber data," jelas Amalia.