AMNESTY International Indonesia mendesak pengusutan menyeluruh dan independen atas kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit TNI AD yang diduga tewas akibat penyiksaan oleh sejumlah seniornya di Nusa Tenggara Timur.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut peristiwa tersebut menyingkap kembali budaya kekerasan dalam sistem pembinaan prajurit di tubuh TNI. “Ironisnya, Prada Lucky diduga disiksa secara keji oleh seniornya di Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan yang baru diresmikan Presiden,” kata dia dalam siaran persnya, Selasa, 12 Agustus 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Usman, ada dua pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serius dari kematian Prada Lucky, yakni pelanggaran hak bebas dari penyiksaan dan hak untuk hidup. Kedua hak tersebut, kata dia, tidak bisa dikurangi dalam kondisi apa pun, termasuk pada situasi darurat perang.
Usman menekankan investigasi harus dilakukan lembaga independen di luar TNI untuk memastikan proses hukum yang adil. “Apalagi ada dugaan keterlibatan perwira TNI dalam penyiksaan itu. Investigasi perlu mengejar tanggung jawab komando dari pimpinan batalyon,” ujar dia.
Amnesty juga meminta para pelaku diadili melalui peradilan umum, bukan peradilan militer. Usman mengkritik vonis ringan yang kerap muncul di pengadilan militer karena faktor kepangkatan, kultur kekerasan, lemahnya akuntabilitas, semangat korsa sempit, hingga kepentingan elite.
Usman juga mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997 agar pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan prajurit bisa diproses di peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004. “Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut,” ujarnya.
Amnesty juga mengecam dugaan intimidasi terhadap keluarga korban agar tidak mempersoalkan kasus ini. “Beri akses seluas-luasnya kepada keluarga korban untuk mendapatkan informasi terkait kematian Prada Lucky. Tidak boleh ada upaya untuk menutup-nutupi,” ujar Usman.
Prada Lucky meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo, Kecamatan Aesesa, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 6 Agustus 2025. Ia sempat dirawat beberapa hari setelah diduga dianiaya seniornya di Batalyon TP 834 Wakanga Mere, Kabupaten Nagekeo.
Dalam kasus penganiayaan ini, TNI AD telah menetapkan 20 tersangka, termasuk seorang perwira. Saat ini, proses penyelidikan masih berlangsung dengan melibatkan Detasemen Polisi Militer (Denpom) dan Kodam IX/Udayana untuk mengungkap kasus ini secara tuntas.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengungkapkan peristiwa penganiayaan terhadap Prada Lucky terjadi saat masa pembinaan prajurit. "Saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit," ucap Wahyu di Markas Besar TNI AD, Jakarta Pusat, Senin, 11 Agustus 2025.
Wahyu belum bisa memaparkan secara rinci kronologi kekerasan yang dialami Lucky selama masa pembinaan. Saat ini, TNI AD masih memeriksa 20 tersangka yang diduga terlibat. Nantinya, hasil pemeriksaan akan menentukan peran masing-masing tersangka guna menerapkan pasal-pasal yang dilanggar.
Beberapa pasal yang mungkin diterapkan antara lain Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan secara bersama-sama, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, dan Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan yang sengaja menyebabkan kematian. "Ada juga Pasal 131, yang seorang militer yang dalam dinas dengan sengaja memukul rekan atau bawahan, itu ada sanksinya," kata Wahyu.